Eksistensi Makna Larangan Penyembelihan Sapi di Kota Kudus
Main Article Content
Abstract
Umat Islam berhasil dalam menyebarkan agamanya di nusantara bukti tersebut terlihat dengan dominasi umat Islam saat ini. Keberhasilan ini tidak terlepas dari para pedagang, da’i, kiai bahkan Walisongo yang berhasil mengenalkan ajasan Islam di daerah pelosok. Mereka menggunakan banyak ajaran Islam agar dapat diterima masyarakat Islam secara baik tanpa ada perang. Salah satunya dengan memasukan ajaran Islam ke dalam tradisi atau budaya masyarakat Jawa. Seperti budaya di Kudus yang tidak terlepas dari apa yang sudah dilakukan oleh Syekh Ja’fas Shodiq (Sunan Kudus) salah satunya adalah bagaimana menghormati agama lain melalui penyembelihan sapi yang diganti dengan kerbau. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan pengambilan datanya melalui wawancara seorang warga Desa Jetak, Kaliwungu, Kudus, disitu akan melihat bagaimana menjaga kerukunan dengan menghargai hal-hal yang di anggap sakral oleh masyarakat agama lain dan hal tersebut bisa dijaga oleh masyarakat kudus sampai saat ini. Dahulu Kota Kudus mayoritas beragama Hindu, dan Budha, saat itu hewan sapi merupakan hewan yang disucikan oleh masyarakat Hindu, kemudian agama Islam masuk yang dibawa oleh Sunan Kudus saat itu melarang penyembelihan sapi dengan tujuan untuk menghormati masyarakat Hindu dan Budha yang menganggap sapi adalah hewan yang suci. Ajaran Sunan Kudus sebagai bentuk toleransi, selain itu agar syiar ajaran Islam dapat terlaksana dengan mudah dan tidak dihalangi. Sampai saat ini tradisi tersebut masih dilakukan masyarakat Kudus, meskipun saat ini mayoritas beragama Islam dan tentunya tidak mengharamkan penyembelihan sapi. Eksistensi penyembelihan sapi sampai saat ini adalah bagian budaya dan menjaga harmonisasi antar umat beragama yang dilakukan oleh Sunan Kudus.
Article Details
lisence